Senin, 24 Desember 2012

Kereta Malam Part II

Kereta ekonomi ini perlahan meninggalkan tempat Anto turun. Untuk beberapa saat aku terdiam seperti orang bego tak tau harus berbuat apa. Dan kemudian aku tersadar.

What have am I doing? Segera ku kemasi bawaanku dan bergegas menuju ke pintu keluar; tapi kereta sudah jauh meninggalkan stasiun dan mulai menambah kecepatannya.

Haruskah aku melompat dari kereta? Ah... tapi banyak batu di sisi rel dan tempatnya juga terjal. Kuurungkan niatku untuk lompat dari kereta.

"Stasiunnya kelewatan pak." Kataku kepada petugas stasiun yang datang menghampiri.

"Oh... Jangan khawatir kita nanti berhenti di stasiun berikutnya; kurang lebih satu jam lagi."

Satu jam; 60 menit... Mampu kah aku menunggu selama itu? Tak enak rasanya aku duduk; aku berjalan-jalan menyelusuri lorong kereta; berusaha membuang waktu dan menyibukkan diri agar tidak gelisah.

Akhirnya kereta pun merapat di stasiun berikutnya. Aku yang sudah bersiap-siap di depan pintu keluar segera melompat begitu sudah aman untuk turun walaupun kereta belum berhenti dengan sempurna.

Sekeluar dari stasiun segera aku mencari angkutan ke arah kota tempat tinggak Anto. Kalau saja ada taksi disini; tapi apa mau di kata kota ini terlalu kecil; sehingga aku pun harus bersabar dengan angkutan ini. Satu setengah jam kemudian; setelah dua kali berganti angkuta akhirnya sampai juga di gang rumah Anto.

Berbegas aku menuju ke rumahnya; di depan rumah; di depan rumah aku melihat ibunya tengah memerintahkan beberapa pegawainya untuk mengatur makanan dagangannya. Syukurlah... Usaha mereka semakin maju; jauh berbeda dibanding ketika aku kesini dulu.

"Eh si om... Apa kabar?" Kata si ibu menyapaku. Si om adalah panggilan Anto dan ibunya kepadaku; walaupun awalnya aku sempat protes tapi akhirnya ya sudahlah... aku biarkan saja.

"Kabar baik bu.." kataku sambil tersenyum malu.

"Koq gak kabar-kabar tho klo mau main kesini?"

"Hehehe... Iya bu maaf main gak kabar-kabar; kebetulan pas libur kantor dan yah... main-main kesini deh." Kataku sambil garuk-garuk kepala.

"Ndak apa-apa om... Om duduk dulu gih; ibu mau menyelesaikan ini dulu."

"Iya bu.."

Aku pun kemudian berjalan kearah kursi di teras rumah. Suasana rumah ini masih sama seperti dulu; hanya saja sudah banyak perubahan dan kesibukan beberapa orang yang tengah menata makanan di halaman rumah. Sementara dari arah dapur terdengar beberapa orang tengah memasak sambil ngobrol.

"Wah... Tambah maju ya bu usahanya?" Kataku kepada si ibu yang tengah menuju kearahku.

"Alhamdulillah om... Uang dari om dulu saya putar buat modal usaha. Dan hasilnya ya seperti ini." Kata si ibu sambil tersenyum.

"Si Anto juga bantuin lho..." kata si ibu dengan bangga.

"Oh iya Anto mana bu?" Tanyaku.

"Paling bentar lagi juga pulang om; dia bantuin ibu buat jualan di stasiun; nganter dagangan ke pelanggan dan juga nagih pembayaran."

"Oh... Gitu...?" Kataku sambil mengangguk.

"Oh iya sampai lupa; ndak sopan banget tho masak ada tamu ndak disuguh apa-apa. Bentar ya om; saya siapin makanan dulu." Kata si ibu sambil berdiri.

"Jangan repot-repot bu..." kataku mencoba untuk mencegah.

"Ndak repot.... Orang si om udah ibu anggap keluarga sendiri; masak keluarga datang berkunjung di anggurin?"

Tak berapa lama si ibu masuk kedalam rumah sebuah motor masuk ke halaman; diatasnya duduk seorang pemuda. Ternyata dia adalah Anto orang yang aku tunggu dari tadi.

Sejenak dia terdiam ketika melihatku. Perlahan dia berjalan kearahku sambil membuka helmnya. Ah... Anto...

"Om...." katanya tercekat sambil mengulurkan tangan.

Aku pun berdiri dan menyambut uluran tangannya.

"Sudah... Lama...?" Tanyanya terbata-bata

"Baru saja To..." kataku sambil tersenyum

Untuk berapa lama kami terdiam; dengan tangan masih berjabatan. Hanya mata dan hati kami saja yang berkomunikasi satu sama lain.

"Si om nyariin kamu tuh le" Kata si ibu yang datang membawa baki berisi 3 cangkir teh dan sepiring jajan pasar buatan si ibu.

"Hahaha..." aku hanya tertawa sementara Anto hanya terdiam dan pipinya bersemu kemerahan. Kami bertiga pun duduk dan menikmati sajian dari si ibu.

Tak berapa lama kemudian seorang pembantu datang membawa baki berisi sebakul nasi; piring dan mangkok berisi lauk dan sayur beserta perlengkapan makan lainnya.

"Ayo kita sarapan dulu." Kata si ibu sambil tangannya sibuk menata semuanya diatas meja.

"Oh iya si om nanti nginep tho?" Kata si ibu menambahkan.

"Iya bu... Saya nanti nginep. Saya kangen sama ibu dan juga Anto." Kataku sambil melirik ke arah Anto.

Dan di wajah yang bersemu kemerahan tersebut ku lihat sebuah senyum yang mengembang. Senyum khas Anto; senyum yang selama ini aku rindukan.

NOTE:
Cerita ini lanjutan dari cerita "Kereta Malam" dunno why tetiba kepikir untuk membuat lanjutan ceritanya.

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright © . Cerita Fin - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger