Senin, 31 Desember 2012

Pertanyaan Fin

- 0 comments

Pukul 14:15 seperti biasa anakku Fin sudah pulang sekolah. Setelah berganti pakaian kami kemudian makan siang bersama, membereskan meja dan kemudian Fin ke meja depan untuk belajar sedangkan aku ke daput untuk bersih-besih. Hal ini aku ajarkan kepada anakku sejak kecil.

Selesai bersih-bersih dapur aku pun ke depan untuk menemaninya belajar. Kulihat Fin tengah merenung.

"Kenapa nak? Kecapean? Atau ada tugas yang sulit?" Tanyaku.

"Enggak bunda... Aku cuman kepikiran aja." Kata Fin.

"Kepikiran apa nak?" Tanyaku.

"Temen-temen banyak yang saling naksir, jatuh cinta bahkan ada yang bilang pacaran."

Anakku Fin sekarang berumur 12 tahun dan sekarang tengah bersekolah di SMP.

Aku tersenyum dan kemudian menjawab

"Itu sesuatu yang wajar ketika kalian tertarik dan menyukai orang lain. Ada yang tertarik karena fisiknya misalnya karena cakep, rambutnya bagus, tinggi. Ada juga yang tertarik dengan sesuatu yang non fisik. Karena pintar, enak diajak ngobrol atau hal lainnya."

Terdiam sejenak. Kemudian aku melanjutkan.

"Seumuran kalian belum bisa membedakan rasa suka, kagum, tertarik dengan rasa sayang dan cinta. Orang sering kali menyebutnya cinta monyet, karena seperti monyet yang suka berubah-ubah dan berpindah-pindah.

"Iya bunda... Ada temenku yang kemarin katanya pacaran sama di A hari ini dia bilang udah putus dan sekarang sama si B."

Aku tertawa sambil mengelus kepala Fin.

"Uhmm... Bunda... Kenapa aku belum ada perasaan seperti itu ya? Rasa suka terhadap sesworang?"

"Fin... Rasa itu tumbuh dengan sendirinya, bukan sesuatu yang bisa dipaksakan dan berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Bunda rasa justru itu suatu keuntungan buat kamu. Kamu lebih mengerti dan memahami perasaan kamu ketika kamu nantinya jatuh cinta."

"Oh iya bunda... Ada temenku yang seorang cowok tapi kenapa dia juga suka dengan cowok juga?"

Aku berpikir sejenak.

"Padahal dia tidak kemayu bunda." Kata Fin menambahkan, seakan-akan hal itu yang ada di pikiranku.

Aku tertawa dan kembali membelai rambut anakku.

"Fin... Rasa suka dan sayang itu sifatnya universal tidak terbatas pada lawan jenis saja, bahkan tidak hanya terbatas antar manusia saja tapi antara manusia dengan mahkluk yang lainnya." Kataku menjelaskan.

"Jadi... Itu tidak salah?" Tanya Fin lagi.

"Fin... Tidak ada yang salah dari seseorang yang mengungkapkan perasaannya selama dia sudah memahami perasaan tersebut. Sayangnya seumuran kalian belum bisa membedakan antara rasa kagum, senang, sayang dan cinta. Pahami dulu dirimu, pahami dulu perasaan mu sebelum kamu menyatakannya kepada orang lain nak." Kataku sambil mengusap kepala anakku dan kemudian mengecup keningnya.

[Continue reading...]

10 Tahun Lebih Muda

- 0 comments

Di suatu pagi yang cerah, saya tengah ngopi-ngopi ganteng dengan seorang teman.

Me: "Kenapa ya sejak aku pake krim anti aging wajahku jadi penuh jerawat gini."

Teman: "Kamu pake merk apaan emangnya?"

Me: *Menyebut sebuah merk*

Teman *diam sejenak* kemudian berkata: "Oh pantes..."

Me: "Pantes kenapa?"

Teman: "Krim itu kan bikin kamu 10 tahun lebih muda."

Me: "Trus... hubungannya sama jerawat apaan?"

Teman: "Lah... 10 tahun yang lalu wajah kamu kan emang penuh dengan jerawat."

Me: (╯°□°)╯︵┻━┻

[Continue reading...]

Unplanned Vacation IV

- 0 comments

Rencana awal hari Minggu pengen jalan-jalan ke CFD gagal sudah, berhubung kami berdua telat bangunnya. Sekitar pukul 8 pagi Stuart menelepon minta maaf karena tidak bisa menemani ke CFD pagi ini karena disuruh mamanya sementara aku sendiri menerima telepon masih dalam keadaan setengah tidur.

Pukul 9 pagi aku baru bangun, mandi dan kemudian nyari sarapan, sementara Stuart baru datang pukul 10. Pagi ini Stuart mengajakku ke Dago Pakar dan sekalian check out dari penginapan. Kalau aku bilang sih Dago Pakar itu mirip-mirip dengan Tawang Mangu kalau di Solo. Bedanya Tawang Mangu lebih dingin, lebih crowded, dan nggak ada peninggalan gua Belanda nya.

Dago Pakar juga relatif lebih rapi dibanding Tawang Mangu sehingga nyaman kalau dijadikan tempat nongkrong. Perhaps this is my kind of place for relax yak, jadi aku lebih menikmati suasananya, ngeliatin pohon-pohon segedhe gaban yang udah berumur ratusan tahun, blusukan masuk gua yang gelap nggak keliatan apa-apa di dalamnya. Rencananya sih mau ke curugnya tapi ndak jadi karena kejauhan.

Sepulang dari Dago Pakar mampir ke toko oleh-oleh. Nggak banyak oleh-olehbyang aku beli karena si mami pesen nggak usah beli banyak oleh-oleh (ndak tau kenapa klo anak-anaknya pergi jauh si mami justru ndak suka nitip oleh-oleh, padahal klo orang lain yang pergi suka nitip macem-macem).

Sore harinya akhirnya berkesempatan untuk main ke rumahnya Stuart. Daaan... Ketemu bapak dan ibunya Stuart. Kesan pertama ketemu bapaknya Stuart itu sangar, galak type-type orang tua jaman dulu lah, beliau adik bapak sekitar umur 60-70an.

Tapi kesan itu langsung lenyap begitu kami mulai ngobrol. Ternyata Stuart cerita banyak tentang aku kepada orang tuanya, dari mulai kami kenalan, tempat aku tinggal, pekerjaan, dll, dll. Dan si bapak ternyata punya banyak pengalaman di Jawa termasuk kota Solo dan sekitarnya.

Ibunya Stuart juga tak kalah ramah, ramah banget malah jadi bikin kikuk saking ndak biasa diperlakukan seperti itu. Kami ngobrol banyak banyak hal. Ibunya Stuart ternyata suka masak dan sempat tanya resep nugget jamur. Well... Aku memang pernah beberapa mengirimi Stuart makanan buatanku sendiri, salah satunya nugget jamur dan rupanya beliau suka.

Satu hal lagi yang tidak aku duga, beliau berdua berkenan untuk mengantar aku, alhasil sore itu kami berempat ke stasiun. Sempat mampir untuk makan di rumah makan favorit keluarga Stuart. Untungnya bukan makanan pedes, cocok dengan perut Jawa ku yang kurang akrab dengan makanan-makanan pedes.

Setelah makan kami sholat maghrib baru kemudian ke stasiun. Tiket untung pulang sudah aku beli sekalian dengan tiket berangkat jadi tidak perlu antri lagi beli tiket selama di Bandung. Sengaja juga ambil kereta malam biar bisa istirahat selama perjalanan.

Pas di parkiran stasiun.

"Stu, ambilin kardus di bagasi nak." Kata mamanya Stuart.

"Mas Fin ini ada sedikit oleh-oleh buat mamanya mas Fin." Kata mamanya Stuart menambahkan

Aku melongo.

"Makasih bu, merepotkan." Kataku dengan tidak enak hati.

Aku baru tahu kalau disini pengantar bisa ikutan masuk ke dalam peron tidak seperti di stasiun Balapan (padahal stasiun besar lho). Stuart dan orang tuanya mengantar aku untuk mencari keretaku, bahkan sampai masuk gerbong dan menemukan tempat dudukku. Kurang ajarnya tuh kereta parkirnya jauh bener dan gerbongku nangkring di depan nun jauh dari pintu masuk stasiun :-|

Pukul tujuh malam keretaku berangkat menuju Solo. Kali ini aku duduk di sambil cowok unyu, yang sayangnya nggak sempat kenalan ngobrol banyak karena dia langsung tidur pewe sambil meluk boneka yang dia bawa sementara aku sendiri juga tidur karena kecapean.

------

NOTE:
Based on my journey to Bandung, last October 2011.
Untuk S teman terbaik yang aku miliki :")

[Continue reading...]

Minggu, 30 Desember 2012

Unplanned Vacation III

- 0 comments

Gimana gak kaget klo ngasih taunya mendadak gini. Dan agak-agak gak enak hati juga untuk bilang ke Stuart tentang hal ini. Tapi untungnya Stuart menanggapinya dengan santai.

"Oh... Gak papa." Komentar pendek dari Stuart.

"Great! Bentar lagi dia dateng." Kata Al dengan santai.

APEUH????? Kembali aku cuman bisa menatap Al dengan muka bengong.

"Kita makan dulu aja kali yak, kalian udah makan?" Tanya si Al.

Me: Kembali bengong

"Kita tunggu temen kamu aja." Kata Stuart.

Tak berapa lama menunggu seorang pemuda berjaket dan bercelana jeans menghampiri kami.

"Udah lama nunggunya a'?" Kata si pemuda tersebut kepada Al.

"Belum koq. Oh iya Ryan kenalin temen gue, ini Fin." Sambil menunjuk aku. Dan kemudian aku bersalaman dengan Ryan.

"Dan ini.... temennya Fin." Kata Al. Hampir saja aku terbahak. Aku tau Al bukan tipe orang yang mudah mengingat nama orang dan aku yakin he's already forgot Stuart's name.

Setelah berbasa-basi sejenak.

"Kita makan dimana?" Kata Al

Here we are 4 grown ups man in the middle of a huge mall with dozen of restaurant and we don't know where to eat.

"Terserah aa aja." Kata Ryan.

Al kemudian melihatku dan aku pasang tampang don't-look-at-me-I-know-nothing-here. Kemudian Al ngeliat Stuart dengan wajah bertanya.

"Ngikut aja deh." Kata Stuart pendek.

Setelah diam sejenak. Al berkata

"Kita makan sushi aja klo gitu. Gue tau restoran sushi enak disini."

Kami pun kemudian berjalan beriringan. Al dan Ryan di depan sementara aku dan Stuart mengikiluti mereka di belakang agak jauhan.

"Si Al itu temen kuliah kamu?" Tanya Stuart.

"Oh bukan... Aku kenal dia di milist." Kataku sambil tersenyum. Stuart menampakkan wajah bertanya.

"Tenang dia orangnya baik koq, kita pernah bertemu sebelumnya :D" jawabku.

Akhirnya kami sampai di restoran sushi yang dimaksud. Berhubung aku lihat mereka berdua keliatan masyuk seakan dunia hanya milik mereka, akhirnya aku sibuk ngobrol dengan Stuart. Alhasil 4 orang di satu meja yang sibuk sendiri-sendiri. Gak tau deh gimana orang ngeliat meja kami :))

Seusai makan, aku dan Stuart kembali mengiringi Al dan Ryan nge mall. Keliatan khusuk bener dah ngobrolnya.

"Stu... Si Ryan itu mirip siapa gitu yah." Kataku pada Stuart.

"He eh... Mirip BePe." Kata Stuart kalem.

Aku pun kemudian mencoba mengingat-ingat.

"Oh iya, ya... BePe yang pemain bola itu kan? Ho oh mirip banget." Kataku.

Lumayan lama juga kita nge mall berempat. Atau mungkin lebih tepatnya kami berdua menjadi pengiring date si Al dan Ryan. Tak terasa udah malam aja, tapi PVJ masih rame dan kami belum pengen pulang (susah keluarnya bu...)

Akhirnya kami keluar, kembali ke tempat orang-orang yang lagi main skateboard. Entah siapa yang memulai, kami mengambil tempat duduk yang berbeda. Al dan Ryan di sebelah barat sementara aku dan Stuart di selatan.

"Kayaknya mereka akrab banget yak." Kataku memulai gossip dengan Stuart. Sambil melihat Al dan Ryan yang ngobrol dengan serunya.

"He eh..." Kata Stuart pendek.

"Menurut kamu mereka cocok nggak?" Kataku lagi.

"Kayaknya sih." Jawab Stuart.

Tak berapa lama kami berada di luar. Ketika Al dan Ryan mendatangi kami.

"Kita nonton yuk." Ajak Al

Aku memandang Stuart, setelah ngeliat Stuart nggak keberatan aku pun bilang.

"Boleh..." jawabku.

Kami kemudian menuju bioskop di dalam mall. Kali ini gantian Stuart dan Ryan jalan di depan sementara aku dan Al mengikuti mereka di belakang.

"Kalian bikin sirik tau nggak sih." Kata Al

"Hah? Sirik gimana?" Kataku.

"Lu mesra amat sama Stuart." Kata Al lagi.

Aku melongo.

"Lah...Aku kan ngasih kesempatan buat kamu pedekate sama si Ryan." Jawabku sambil menahan senyum ngeliat wajah si Al.

Kami sampai di depan bioskop, dan kejadian sama berulang. Bingung mau nonton apaan.

"Ini bagus deh." Kata Al sambil nunjuk salah satu poster film.

"Uhm... Temanya terlalu berat Al, pilih yang ringan-ringan aja yak."

Setelah menimbang dan membagi (halah) akhirnya di putuskan nonton film komedi.

Entah karena aku kurang interest dengan filmnya atau karena kecapean, di tengah film aku ketiduran dan tau-tau udah mau habis aja filmnya. Untungnya sih nggak sampai nggorok (at least that's what Stuart said when I asked him ^_^;;)

Udah hampir jam 2 pagi ketika kami keluar dari gedung bioskop. Mall udah sepi dan semua udah pada capek. Kami kemudisn berpisah, aku sama Stuart sementara Al mengantar Ryan pulang.

Sepanjang perjalanan aku dan Stuart nggak banyak ngobrol, kayaknya Stuart juga kecapean sama kayak aku.

"Kira-kira si Al sama Ryan ngapain yak sekarang?" Kataku pada Stuart.

"Ish... kepo ih..." jawab Stuart.

Tak terasa kami sudah sampai di depan penginapan.

"Cepetan tidur gih, besok aku jemput pagi yak." Kata Stuart.

Begitu masuk kamar, aku langsung ambruk ke kasur dan tak perlu menunggu lama untuk terbang ke Negeri Indah Kapuk :))

[Continue reading...]

Sabtu, 29 Desember 2012

Unplanned Vacation II

- 0 comments

Rencana awalnya aku akan menginap di rumah Stuart, tapi berhubung kakaknya mendadak mudik sehingga kamar yang sedianya aku tempati sudah dipakai kakak Stuart duluan. Dan hal itu baru Stuart sampaikan ketika kaki makan malam selepas dari stasiun. Yang bikin nggak enak hati waktu Stuart bilang kalau aku sudah dicarikan penginapan dan udah dibayar sama bapaknya Stu (ngerepotin bener deh... >.<)

Esok paginya Stuart menjemputku di penginapan, selesai sarapan bareng Stuart tanya.

"Fin, kamu pengen kemana selama di Bandung?"

"Nggak tau..." kataku sambil tersenyum lebar. Sementara Stuart cuman bengong.

"Uhm... Hari ini aku ada kuliah bentar, kita ke kampusku dulu yak?" Kata Stuart.

"Boleh..." kataku.

"Oh iya, sebelum kita berangkat, aku bawa sesuatu buat kamu." Kataku sambil mengeluarkan bungkusan biru dari tas baju.

"Apaan nih?" Kata Stuart sambil menerima bingkisan tersebut.

"Buka dong..." kataku.

Dan Stuart pun membuka bungkusnya, dan kemudian

"Wow..." Kata Stuart sambil melihat CD Watermark yang aku berikan. Ekspresi yang mungkin sama waktu aku menerima DVD The Video Collection yang dikirim Stuart beberapa waktu yang lalu (minus jinkrak-jingkrak dan muter CDnya seharian :p)

"Aku ingat dulu kamu pernah bilang pengen banget CD ini dan kebetulan kemarin ada temen yang pulang dari Jepang ngasih oleh-oleh CD yang sama. Jadi... Aku rasa CD yang satu harus punya majikan baru." Kataku sambil tersenyum.

"Makasih yak." Kata Stuart.

Kampus Stuart terletak di pinggir kota Bandung. Tempatnya nyaman, tamannya luas dan banyak tempat duduknya. Beda banget sama kampusku dulu. Semakin kerasa bedanya karena kampusku menerima mahasiswa sebanyak mungkin, sementara kampus Stuart membatasi jumlah mahasiswa yang masuk.

Menunggu Stuart selesai kuliah jadi tidak terasa membosankan karena selain tempatnya nyaman, banyak pemandangan pencuci mata (halah) bisa wifian juga dengan speed yang lumayan untuk sekedar cek email dan chat sama temen.

Kurang lebih dua jam menunggu Stuart keluar dari ruang kuliah.

"Kita makan dulu yuk." Kata Stuart.

"Ok..."

Kami pun menuju mobil dan keluar dari kampus.

"Stu... Tadi aku chat sama temenku orang Jakarta. Katanya dia juga mau main ke Bandung. Gak apa-apa klo kita ketemu sama dia?"

"Boleh... Mau ketemu di mana dan jam berapa?" Kata Stuart.

"Tunggu, aku tanya dulu." Aku pun kemudian chat dengan temen lewat HP.

"Jam 7 malem di PVJ gimana?" Kataku.

"OK..." Kata Stuart kalem sambil tetap fokus menyetir.

Gemes deh sama anak ini, kalem banget orangnya :))

"Kalau mau ke PVJ kita kesana sebelum maghrib aja, soalnya pasti macet dan susah nyari parkirnya." Kata Stuart menambahkan.

"OK..." kataku manut aja dah orang aku buta arah disini :))

Sering mendengar berita kalau Bandung waktu weekend itu bikin stress dan nggak nyaman, tapi entah kenapa sekarang bareng Stuart gak kerasa macetnya. Mungkin karena masih siang belum banyak pendatang dari Jakarta dan sekitarnya atau mungkin juga karena Stuart yang pinter nyari jalannya.

Yang aku suka dari kota Bandung adalah masih banyaknya bangunan-bangunan tua yang masih terpelihara dengan baik, belum lagi pohon-pohon rindang yang usianya mungkin sudah ratusan tahun berada di kiri dan kanan jalan. Beda banget dengan kota Solo.

Sebelum ke PVJ kami mampir ke BMC untuk mencicipi keffir dan yogurt. Well... Pertama kalinya aku merasakan yang namanya keffir dan kayaknya nggak mau-mau lagi deh, kecut banget rasanya -,-

Masih sore ketika kami sampai di PVJ. Ternyata yang namanya nge mall itu nggak berasa yah, perasaan baru aja masuk PVJ muter-muter bentar nyobain gadget di apple store (nyobain dulu semoga bisa cepet punya sendiri AMIIN), masuk toko yang ngejual pernak-pernik Jepang. Pengen banget beli payung transparan disana, apa daya payungnya gak bisa dilipat susah bawanya >_<

Lagi asyik-asyiknya nge mall tiba-tiba ada SMS masuk dari si temen yang ngasih tau klo udah masuk kota Bandung.

"Kira-kira berapa lama lagi dia nyampe?" Tanyaku pada Stuart.

"Sebenarnya deket sih, cuman klo Sabtu gini suka macet jadi lama. Kita tunggu di luar aja yak." Jawab Stuart.

Kami pun kemudian keluar, nongkrong di area bermain skate board di halaman PVJ. Jago-jago euy mereka...

Tak berapa lama menunggu, hapeku berbunyi panggilan dari si temen.

"Fin, lu dimana?" Tanya si temen

"Aku di depan main gate Al deket orang-orang yang lagi main skateboard." Jawabku.

"Lu dimananya? Gue juga ada di main gate." Kata dia lagi.

"Aku di anak tangga pas di samping area skateboard pake baju coklat." Kataku

"Aku lambaikan tangaku yak." Kataku menambahkan sambil melambaikan tangan sambil tengok kanan kiri.

Dan kemudian aku melihat seorang cowok berbaju putih yang melambaikan tangan dan berjalan kearah kami.

"Sorry lama nunggu, susah nyari parkirnya." Kata Al sambil terengah-engah.

"Lah? Katanya tadi mau naik bis?" Kataku

"Nggak jadi." Jawab Al pendek

"Howgh... Oh iya kenalin Al ini Stuart, Stuart ini Al." Kataku memperkenalkan mereka berdua. Mereka kemudian berjabat tangan dan berbasa-basi sejenak.

"Fin, gue minta tolong bisa?" Tanya Al sambil agak berbisik.

"Minta tolong apaan?" Tanyaku.

"Temenin gue blind date." Jawab Al dengan pendek.

"HOE????" Kataku dengan nada terkejut.

[Continue reading...]

Unplanned Vacation

- 0 comments

Aku ingat dua hari lalu ketika tengah menyiapkan dan mengepak makanan khas Solo

"Mau kamu kirim ke siapa Fin?" Tanya si mami.

"Oh... Mau buat oleh-oleh koq Mi, aku mau main ke tempat temen." Kataku dengan santai.

"Temen yang mana?"

"Hmmm... Mami masih ingat aku pernah cerita punya temen di Bandung?"

"Yang sering kirim paket ke kmu itu?" Tanya si mami.

"Iya... Aku mau ke sana." Kataku sambil tersenyum.

"APAH!!!!!" *kemudian kamera pun zoom in  zoom out wajah si mami yang kaget - xixixi....*

Well... Ada beberapa alasan kenapa mendadak ngasih tau si mami soal perjalananku ke Bandung. Yang pertama si mami suka heboh sendiri klo anaknya pergi jauh, dari mulai persiapan, tetek bengek,  dll, dll, yah maklum lah namanya juga ibu-ibu.

Yang kedua karena emang baru minggu kemarin aku ngobrol sama Stuart tentang keinginanku main ke Bandung. Dan baru hari Seninnya aku membeli tiket kereta ke Bandung. Lucky me, masih kebagian tiket.

And here I am right now di dalam gerbong kereta menuju Bandung. Sengaja berangkat naik kereta pagi agar bisa menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan. Seumur-umur perjalanan jauh pasti malam hari, ndak pernah bisa menikmati perjalanan.

I have been bless karena harapan ku agar tidak dapat temen perjalanan yang rese terpenuhi. Di sebelahku duduk seorang mas-mas yang (kayaknya sih pedagang) langsung tidur begitu duduk. Sedangkan di depan orangnya pendiam gak banyak cerita.

Cukup lama juga perjalanan Solo - Bandung naik kereta (yaiyalah...) berangkat pukul 8:30 sampai Bandung sekitar pukul 17:30 *terlambat 30 menit dsri jadwal yang ada - as usual :))*

Well... I enjoy this trip banyak pemandangan-pemandangan keren dalam perjalanan ini, terutama waktu melewati pegunungan ataupun stasiun-stasiun kecil dengan bangunan jaman Belanda. That is wicked!!! :D

"Aku udah nyampe." Bunyi SMS yang aku kirim ke Stuart begitu aku nyampe di stasiun Bandung.

"Aku masih ada kuliah nih, kamu tunggu dulu yak." Jawab Stuart.

"OK."

Call me udik, tapi aku betah di dalam stasiun kota Bandung, menikmati interior gaya Belanda yang masih terpelihara dengan baik. Jauh lebih besar dibanding stasiun Balapan Solo ataupun stasiun Tugu Yogja.

Tengah asyik menikmati suasana stasiun tiba-tiba ada telepon masuk dari Stuart.

"Kuliahnya gak kelar-kelar nih, kamu nunggu agak lama gak pa pa kan Fin." Kata Stuart

"Gak papa nyantai aja." Kataku dengan santai.

Dan emang santai sik, namanya juga lagi liburan. Aku pun kemudian duduk di lantai bersandar di tembok stasiun (capek duduk di kursi terus seharian)

Oh iya, aku dan Stuart temenan udah lama, ada kali 8 tahun. Dan walaupun kami temen akrab, udah berasa kayak saudara sendiri, tapi baru kali ini kamu bertemu muka secara langsung. Well... Mungkin untuk sebagian besar orang hal tersebut aneh, tapi ya gitu deh... :D

Setelah satu jam menunggu, Stuart kembali menelepon.

"Kamu ada di mana?" Aku tunggu di luar yak?"

Jalan keluarnya mana??? Xixixi... Dari tadi nge jongkrok di dalam stasiun gak merhatiin orang-orang keluar lewat mana. Setelah tanya satpam stasiun akhirnya di tunjukkan jalan keluarnya (ehem... satpamnya cakep :">)

Di luar stasiun di tengah kerumunan abang becak dan orang-orang yang berlalu lalang, seorang pemuda kurus tinggi melambaikan tangannya kearahku (busyet dah tinggi bener nih anak, lebih tinggi dari aku ^_^;;)

Aku pun menghampiri

"Hi..." kataku sambil berjabat tangan. Memandang Stuart dengan takjub. Stuart pun kemudian memelukku.

"Akhirnya kita ketemu juga." Kata Stuart.

"Iya..." kataku.

"Uhmm... Stu, aku minta maaf yak." Kataku menambahkan

"Minta maaf untuk apa?" Tanya Stuart.

"Jadi gini... Uhmmm... Tadi kan aku turun dari keretanya tergesa-gesa. Oleh-oleh buat kamunya ketinggalan di dalam kereta. Trus pas aku cari, eh udah gak ada..." kataku menjelaskan dengan muka tidak enak karena kurang bumbu.

"Hahahahaha...." Stuart hanya tertawa dan kemudian menambahkan

"Gak pa pa, yang penting kamu sampai dengan selamat."

[Continue reading...]

Kamis, 27 Desember 2012

Happy Christmas Stu

- 0 comments

"Nanti jemput saya ya pak." Kataku kepada pengemudi becak langgananku.

Ah Al... Tahukah kamu; aku masih melakukan kebiasaanmu yang merepotkan itu.

Aku pernah bertanya kepadamu; kenapa juga kita harus naik becak untuk ke gereja; sementara kita ada motor.

Sambil tersenyum berkata.

"Bukankah menyenangkan kalau kita menikmati udara pagi yang sejuk ini?"

"Tapi kan kalau naik motor juga bisa." Kataku tetap ngeyel

Dengan nada menggoda kau pun menjawab

"Aku ingin menikmati kebersamaan kita tanpa perlu memikirkan hal lainnya. Biarlah bapak becak yang mengkhawatirkan semuanya."

Dan aku pun tidak bisa menjawab.

Aku memasuki halaman gereja ini; sebuah gereja kecil dengan arsitektur tua yang terletak di pinggiran kota.

"Gereja yang indah; dan juga tenang; bikin kita khusuk beribadah."

Katamu ketika aku tanya alasan kamu memikih gereja ini.

Sebulan sudah sejak kepergianmu. Rasanya masih sulit untuk menerima kenyataan bahww kamu sudah tidak ada lagi.

Ku hembuskan napas perlahan. I won't cry; Al will hate to see me cry. Kataku pada diriku sendiri. Tetapi sulit rasanya untuk tidak menangis karena begitu banyak kenangan indah yang kami alami; sedih karena aku tidak berada di sini Al ketika dia pergi. Dan sedih lagi karena ini adalah Natal pertamaku tanpa Al.

Aku melangkahkan kaki memasuki gereja; ku sapa orang-orang yang aku kenal; seorang kakek yang masih energik di usia tuanya. Sepasang suami isteri dengan anaknya yang masih kecil.

Sengaja aku memilih tempat duduk di depan; aku ingin lebih khusuk dan tenang dalam beribadah; aku ingin lebih dekat dengan Tuhan dan juga Al.

Entah kenapa perasaanku tidak enak; sepertinya ada yang memperhatikan aku sejak dari awal aku memasuki halaman gereja. Ah sudahlah... Itu hanya perasaanku saja. Kataku pada diriku sendiri.

Selesai misa aku menunggu beberapa saat; agak-agak crowded juga kalau pas Natal. Aku keluar dari gereja; belum sampai di pintu gereja;

"Stuart..." Seseorang memanggilku dari belakang.

"Ya..." Jawabku sambil menoleh kebelakang. Seorang pemuda dengan pakaian rapi berdiri disana.  Belum pernah aku melihat dia di gereja ini sebelumnya. Did I know him?

Pemuda tersebut menghampiri aku. Dia tersenyum melihat wajahku yang penuh tanda tanya.

"Aku rasa kamu lupa yak. Aku Ryan temen SMA kamu."

Aku melihatnya dari atas sampai bawah. Ingatanku kembali ke masa 5 tahun yang lalu.

"Hehehe... Iya..." kataku sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal.

Ryan adalah teman semasa aku SMA; well... he's my high school crush actually. Dia melanjutkan kuliah ke luar negeri dan kami tidak pernah berkomunikasi selepas kami lulus.

Kami kemudian keluar dari gereja bersama-sama sambil ngobrol sambil mengenang masa lalu.

"Oh iya; kamu naik apa? Kita pulang bareng yuk? Aku bawa mobil" Kata Ryan menawarkan.

"Aku udah ditunggu becak jemputan." Kataku.

"Udah gak papa bareng aku aja; kita kan udah lama gak ketemu." Kata Ryan lagi.

Aku menghampiri bapak becak yang tengah menunggu ku; memberi penjelasan dan memberikan tips karena sudah menungguku. Dan kemudian masuk ke mobilnya Ryan.

"Udah sarapan belum." Tanya Ryan yang aku jawab dengan gelengan.

"Kalau tidak salah di dekat sini ada warung soto enak; kita kesana aja gimana?"

"Uhmm... Boleh..." Kataku dengan agak berat hati. Ada perasaan sedih yang muncul; keingat kenangan aku bersama Al sering kali ke warung ini sepulang dari gereja.

"Kamu nggak apa-apa?" Tanya Ryan.

"Oh... Enggak... Nggak papa koq... Cuman laper aja." Kataku ngeles.

"Hahaha... Dasar." Kata Ryan.

Setelah memarkin mobil kami pun memasuki warung yang ramai dipenuhi orang; baik yang baru pulang dari gereja seperti kami ataupun orang-orang yang habis berolah raga pagi. Setelah mencari-cari akhirnya dapat juga tempat duduk untuk doa orang di pojokan.

Sambil menunggu pesanan, kami pun ngobrol.

"Uhmm... Aku bawa sesuatu untuk kamu Stu." Kata Ryan.

"Oh ya? Apa..." kataku.

Ryan kemudian mengeluarkan tabletnya.

"Dia ingin kits lihat ini bersama-sama." Katanya sambil memilih sebuah file video.

"Hi Stu; apa kabar?"

Di layar terlihat sosok Al dengan berbagai macam peralatan kesehatan di sekelilingnya. Walaupun kondisi fisiknya terlihat lemah tapi aku masih bisa merasakan keceriaan di suaranya."

"Aku sudah tidak ada di dunia lagi ketika kau melihat video ini." Sejenak Al terdiam setelah mengucapkan kalimat ini.

"Oh crab.... That sounds so cheesy..." katanya menambahkan. Aku tersenyum mendengarnya.

"Oh well... Dari awal kita sudah tahu situasinya dan kita juga sudah tahu kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. I'm sorry you weren't here Stu; I miss you. Tapi disisi lain aku bersyukur; aku tahu kamu pasti bersedih melihat keadaanku dan aku tidak akan tahan melihat wajahmu yang penuh kesedihan."

Another short pause,

"I know you so well Stu; don't denied it."

Seakan-akan Al bisa membaca pikiranku. Aku memang ingin mendampingi dia dalam masa penyembuhannya; dan dia benar; aku tak mungkin bisa menutupi wajah sedihku.

"Aku punya kejutan untukmu Stu." Kata Al melanjutkan

"Kau masih ingat Ryan kan? Teman SMA kamu. Well... Maaf kalau sebelumnya aku belum pernah cerita ke kamu. Dia adalah sepupu jauhku. Dan dia yang banyak menemaniku ketika aku di rawat disini."

"Aku banyak bercerita tentang kita ke Ryan, Stu. Demikian juga sebaliknya; Ryan juga banyak bercerita saat kalian masib SMA. Ternyata... kamu nakal juga yah.." Kata Al sambil tertawa.

"Stu; aku tahu kau sedih; aku tahu kau kehilangan. Aku tahu kau menyayangiku dan demikian juga aku menyayangimu. Tapi hidup bagiku sudah berakhir; dan hidupmu masih terus berjalan."

"Aku minta maaf karena aku tidak bisa menemanimu lagi; tidak bisa menjagamu lagi."

Kembali Al terdiam

"Ryan... Aku nitip Stu yak; tolong temani Stu dan jaga Stu seperti halnya aku menemani dan menjaga Stu selama ini. I love you all..."

Al melambaikan tangannya; dan kemudian mematikan kamera.

"Ini pertama kalinya juga bagiku melihat video ini. Al berpesan video ini hanya boleh dilihat bersama-sama." Kata Ryan perlahan.

Aku tertenduk. Kembali kuputar video tersebut; tak terasa air mataku menetes perlahan.

[Continue reading...]

Family Man

- 0 comments

Bergegas aku melangkahkan kaki ke depan panggung; menuju seorang pria gagah yang tengah asyik memperhatikan petunjukan diatas panggung.

"Maaf mas; aku terlambat. Udah lama?" Kataku dengan sedikit terengah.

"Belom koq Fin." Kata mas Al sambil menyerahkan botol air mineral kepadaku.

"Gimana kabar ibu?" Tanya mas Al.

"Alhamdulillah baik mas. Dapat salam dari ibu." Kataku sebelum meminum air mineral yant disodorkan mas Al.

"Hallo Stuart.... Kataku pada seorang anak berusia 8 tahun yang duduk diatas kursi roda di depan mas Al. Stuart yang tengah asyik memperhatikan pertunjukan di panggung hanya melihatku sekilas kemudian kembali asyik memperhatikan pertunjukan di atas panggung. Saat ini kami tengah berada depan panggung hiburan di area CFD

Perkenalanku dengan mas Al dan Stuart berawal dari 2 tahun lalu ketika aku tengah mengerjakan tugas akhirku. Aku tengah PKL di sekolah untuk anak berkebutuhan khusus dan Stuart salah satu siswa di sana. Stuart adalah subyek dari penelitianku.

Mas Al adalah seorang duda yang hanya tinggal sendiri dengan Stuart, mamanya Stuart pergi meninggalkan mas Al dan Stuart ketiks Stuart masih bayi karena tidak bisa menerima keadaan Stuart. Selain cacat fisik Stuart juga seorang anak autisme. Sejak saat itu lah mas Al hidup menduda sampai sekarang.

Kerena Stuart subyek penelitianku maka aku sering berinteraksi dengan mereka, bukan hanya di sekolah saja, tapi aku juga meminta ijin untuk sering bermain ke rumah mas Al untuk membangun komunikasi dan melakukan pengamatan terhadap keseharian Stuart. Tidak mudah untuk membangun komunikasi dengan Stuart, tapi dengan kesabaran dan berjalannya waktu akhirnya kita bisa berkomunikasi dengan baik. Bahkan mas Al dan Stuart ikut hadir ketika aku di wisuda 8 bulan kemudian.

Aku masih bekerja di sekolah tersebut selepas wisuda dan aku masih sering main ke rumah mas Al. Kami semakin dekat, bukan hanya sekedar kedekatan antara terapis dan pasien tapi sudah seperti keluarga sendiri. Ngobrol, curhat dan banyak hal lainnya.

Setahun lalu, malam hari ketika Stuart sudah tidur dan kami berdua tengah ngobrol di teras. Mas Al memintaku untuk menjadi pacarnya. Well... Not that kind of romantic proposal like in the movie. But I said yes. Simply because I love him :)

Selama setahun kami pacaran, kami lebih sering menghabiskan wakru bertiga, mas Al juga bukan tipe cowok romantis yang sering mengirim sms mesra atau apalah. But that's what I like from him, ketegasannya dan juga kecuekannya (well.. kadang nyebelin juga sik)

Walaupun kami jarang berduaan,tapi ada juga saat-saat hanya kami  berdua. Walaupun tidak sering tapi ada cara agar kami bisa berduaan. Dan... Banyak hal yang bisa kami lakukan berdua, baik itu di kamar kost ku ataupun di rumah mas Al :">

Acara selesai sekitar pukul 08:30 pagi, kami pun kemudian menuju rumah makan langganan kami. Hari ini memang sengaja main keluar selain untuk refreshing sekaligus mengajarkan Stuart untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Kami pun duduk di meja pojokan yang agak sepi. Sambil menunggu pesanan kami datang aku lihat Stuart menarik-narik lengan baju mas Al. Setelah berdehem sejenak, mas Al pun kemudian berkata

"Fin... Semalam mas ngobrol sama Stuart."

"Oh ya? Ngobrol tentang apa mas?" Kataku sambil mempermainkan jari Stuart.

"Ngobrol tentang hubungan kita."

Tanganku terhenti, aku memandang wajah mas Al.

"Sebenarnya Stuart sudah tahu tentang hubungan kita, dia merasa ada yang istimewa dengan hubungan kita. Dan semalam kami ngobrol banyak." Kata mas Al menatap mataku dengan tajam.

"Fin..  Yang Stuart butuhkan adalah seorang yang mengerti dan memahami dia. Seseorang yang bisa menemani dan mengarahkan dia."

Terdiam sejenak

"Sementara aku... Yang aku butuhkan adalah seseorang yang bisa dan mau berjalan bersamaku, disampingku. Dan itu semua kami temukan pada dirimu."

Mas Al meraih tanganku dan kemudian berkata.

"Fin maukah kamu menjalani kehidupan dengan kami berdua? Sebagai sebuah keluarga?"

Aku terdiam, sepasang tangan kecil turut menggenggam tanganku.

"Mas... Aku sudah merasa menjadi bagian dari keluarga ini sejak pertama kali kita bertemu.

NOTE:
Yang saya tahu seorang anak autis memiliki pandangan sendiri/ berbeda dibandingkan orang pada umumnya. But I'm not quite sure with homoexuality.
Cerita ini terinspirasi oleh kehidupan salah satu teman saya :)

[Continue reading...]

Selasa, 25 Desember 2012

Bed Talks

- 0 comments


"That was wicked!!!" Kata Stuart sekeluar dari kamar mandi.

Aku dan Stuart belum lama berkenalan tapi sudah seperti teman lama; beberapa kali kami jalan bareng; namun baru kali ini Stuart menginap di kostku karena sudah kemalaman tidak ada lagi kereta ataupun bus menuju kota tempat tinggalnya.

Sore tadi kami nonton bareng dilanjutkan makan malam dan jalan-jalan menikmati kotaku di waktu malam.

Yang Stuart komentari adalah film yang tadi kami tonton. Yah.. Memang filmnya keren banget; baik cerita maupun visualisasinya; tapi jujur perharianku terbelah dan aku lebih menikmati kebersamaan kami.

Stuart kemudian melemparkan tubuhnya di kasur di sampingku. Kami pun kemudian ngobrol tentang film yang tadi sore kami tonton. Aku tersenyum melihat Stuart yang ngomong dengan antusias. Kulihat tubuhnya yang hanya memakai kaos dalam warna putih dan celana pendek; baru pertama kali ini aku sedekat ini dengan Stuart. Tercium aroma tubuhnya yang habis mandi. Sabun yang sama yang aku pakai setiap harinya; tapi kenapa aromanya berbeda ketika dia yang pakai yak?

"Allison; kamu dengerin aku nggak?" Tanya Stuart tiba-tiba

"Eh... denger koq; iya aku denger. Aku suka pas adegan di laut tadi; egek 3D nya bener-bener kerasa." Kataku menjawab pertanyaan kamu.

I'm listening to you Stu; but my mind is in you and your voice not what's in your words.

Kami ngobrol sambil rebahan di kasur. Entah berapa lama kami ngobrol.

"Thanks yak; that was fun." Kata Stuart sambil tersenyum

Aku tersenyum mengangguk sambil mencoba menghindari tatapan matanya. Aku takut dia bisa membaca apa yang ada di mataku.

Tiba-tiba Stuart memegang tanganku. Aku terkejut dan berusaha untuk menarik tanganku; tapi tanganmu terlalu kuat mengenggam tanganku.

"Stu..." kataku tertahan

"Kenapa?" Jawab Stuart.

"Aku takut..."

"Takut kenapa? Takut aku perkosa?" Katanya dengan nada bercanda.

"Aku takut jatuh cinta sama kamu..." kataku

Untuk sesaat Stuart terdiam; sambil membelai tanganku dengan jari-jarinya.

"What if I want you to?" Kata Stuart kemudian.

"Want me for what Stu?" Tanyaku.

Stuart tidak menjawab; hanya memandangku dalam.

"Kita punya prinsip sendiri-sendiri Stu dan kita saling menghormati prinsip kita tersebut." Kataku kemudian.

"But I want you Al.. "

Aku tatap mata Stuart; kulihat ada api di sana. Ah... apakah api yang sama dengan api yang ada padaku?

Aku menghela napas perlahan; dan kemudian melanjutkan.

"I want you to Stu..." kataku perlahan

Dan ketika aku melihat wajah Stuart yang berseri-seri kemudian cepat-cepat aku menambahkan;

"BUT... I want to make sure of myself. I want to know what do you want me for. And it would take time."

Kembali aku tersenyum; menatap wajah Stuart sambil meremas tangannya.

"Dan kalau saat itu tiba; aku rela untuk mengorbankan prinsip yang selama ini aku pegang." Kataku menambahkan.

Stuart mengambil napas dalam-dalam; pandangannya melunak."

"Very well then.. I guess we'll should go to sleep then" katanya sambil tersenyum.

"It is..." Kataku.

"Good night Al." Kata Stuart sambil menutup matanya.

"Good night Stu."

Aku mencoba untuk tidur; tapi tidak bisa. Rasanya sulit sekali untuk memejamkan mata ini. Selama 30 menit aku hanya menatap wajah Stuart yang tengah tertidur di sampingku.

"Tak bisa tidur?" Kata Stuart tiba-tiba sambil tetap memejamkan matanya.

"Eh... Keganggu ya? Maaf..." kataku meminta maaf.

"Gak usah minta maaf; aku juga gak bisa tidur koq." Kata Stuart sambil membuka matanya.

An akward moment; kami saling menatap di atas tempat tidur. Kembali Stuart meraih tanganku dan kemudian meremasnya.

"Yaudah... kita ngobrol aja klo gitu yak?"

Dan kami menghabiskan sisa malam mengobrol sambil berpegangan tangan satu sama lain. Sampai ayam jantan berkokok dan sang fajar menyingsing.

NOTE:
Writing this story while listening to Lenka's Dangerous and Sweet as the backsound.

[Continue reading...]

Senin, 24 Desember 2012

Kereta Malam Part II

- 0 comments

Kereta ekonomi ini perlahan meninggalkan tempat Anto turun. Untuk beberapa saat aku terdiam seperti orang bego tak tau harus berbuat apa. Dan kemudian aku tersadar.

What have am I doing? Segera ku kemasi bawaanku dan bergegas menuju ke pintu keluar; tapi kereta sudah jauh meninggalkan stasiun dan mulai menambah kecepatannya.

Haruskah aku melompat dari kereta? Ah... tapi banyak batu di sisi rel dan tempatnya juga terjal. Kuurungkan niatku untuk lompat dari kereta.

"Stasiunnya kelewatan pak." Kataku kepada petugas stasiun yang datang menghampiri.

"Oh... Jangan khawatir kita nanti berhenti di stasiun berikutnya; kurang lebih satu jam lagi."

Satu jam; 60 menit... Mampu kah aku menunggu selama itu? Tak enak rasanya aku duduk; aku berjalan-jalan menyelusuri lorong kereta; berusaha membuang waktu dan menyibukkan diri agar tidak gelisah.

Akhirnya kereta pun merapat di stasiun berikutnya. Aku yang sudah bersiap-siap di depan pintu keluar segera melompat begitu sudah aman untuk turun walaupun kereta belum berhenti dengan sempurna.

Sekeluar dari stasiun segera aku mencari angkutan ke arah kota tempat tinggak Anto. Kalau saja ada taksi disini; tapi apa mau di kata kota ini terlalu kecil; sehingga aku pun harus bersabar dengan angkutan ini. Satu setengah jam kemudian; setelah dua kali berganti angkuta akhirnya sampai juga di gang rumah Anto.

Berbegas aku menuju ke rumahnya; di depan rumah; di depan rumah aku melihat ibunya tengah memerintahkan beberapa pegawainya untuk mengatur makanan dagangannya. Syukurlah... Usaha mereka semakin maju; jauh berbeda dibanding ketika aku kesini dulu.

"Eh si om... Apa kabar?" Kata si ibu menyapaku. Si om adalah panggilan Anto dan ibunya kepadaku; walaupun awalnya aku sempat protes tapi akhirnya ya sudahlah... aku biarkan saja.

"Kabar baik bu.." kataku sambil tersenyum malu.

"Koq gak kabar-kabar tho klo mau main kesini?"

"Hehehe... Iya bu maaf main gak kabar-kabar; kebetulan pas libur kantor dan yah... main-main kesini deh." Kataku sambil garuk-garuk kepala.

"Ndak apa-apa om... Om duduk dulu gih; ibu mau menyelesaikan ini dulu."

"Iya bu.."

Aku pun kemudian berjalan kearah kursi di teras rumah. Suasana rumah ini masih sama seperti dulu; hanya saja sudah banyak perubahan dan kesibukan beberapa orang yang tengah menata makanan di halaman rumah. Sementara dari arah dapur terdengar beberapa orang tengah memasak sambil ngobrol.

"Wah... Tambah maju ya bu usahanya?" Kataku kepada si ibu yang tengah menuju kearahku.

"Alhamdulillah om... Uang dari om dulu saya putar buat modal usaha. Dan hasilnya ya seperti ini." Kata si ibu sambil tersenyum.

"Si Anto juga bantuin lho..." kata si ibu dengan bangga.

"Oh iya Anto mana bu?" Tanyaku.

"Paling bentar lagi juga pulang om; dia bantuin ibu buat jualan di stasiun; nganter dagangan ke pelanggan dan juga nagih pembayaran."

"Oh... Gitu...?" Kataku sambil mengangguk.

"Oh iya sampai lupa; ndak sopan banget tho masak ada tamu ndak disuguh apa-apa. Bentar ya om; saya siapin makanan dulu." Kata si ibu sambil berdiri.

"Jangan repot-repot bu..." kataku mencoba untuk mencegah.

"Ndak repot.... Orang si om udah ibu anggap keluarga sendiri; masak keluarga datang berkunjung di anggurin?"

Tak berapa lama si ibu masuk kedalam rumah sebuah motor masuk ke halaman; diatasnya duduk seorang pemuda. Ternyata dia adalah Anto orang yang aku tunggu dari tadi.

Sejenak dia terdiam ketika melihatku. Perlahan dia berjalan kearahku sambil membuka helmnya. Ah... Anto...

"Om...." katanya tercekat sambil mengulurkan tangan.

Aku pun berdiri dan menyambut uluran tangannya.

"Sudah... Lama...?" Tanyanya terbata-bata

"Baru saja To..." kataku sambil tersenyum

Untuk berapa lama kami terdiam; dengan tangan masih berjabatan. Hanya mata dan hati kami saja yang berkomunikasi satu sama lain.

"Si om nyariin kamu tuh le" Kata si ibu yang datang membawa baki berisi 3 cangkir teh dan sepiring jajan pasar buatan si ibu.

"Hahaha..." aku hanya tertawa sementara Anto hanya terdiam dan pipinya bersemu kemerahan. Kami bertiga pun duduk dan menikmati sajian dari si ibu.

Tak berapa lama kemudian seorang pembantu datang membawa baki berisi sebakul nasi; piring dan mangkok berisi lauk dan sayur beserta perlengkapan makan lainnya.

"Ayo kita sarapan dulu." Kata si ibu sambil tangannya sibuk menata semuanya diatas meja.

"Oh iya si om nanti nginep tho?" Kata si ibu menambahkan.

"Iya bu... Saya nanti nginep. Saya kangen sama ibu dan juga Anto." Kataku sambil melirik ke arah Anto.

Dan di wajah yang bersemu kemerahan tersebut ku lihat sebuah senyum yang mengembang. Senyum khas Anto; senyum yang selama ini aku rindukan.

NOTE:
Cerita ini lanjutan dari cerita "Kereta Malam" dunno why tetiba kepikir untuk membuat lanjutan ceritanya.

[Continue reading...]

Coffee Talk

- 0 comments

Kami tengah berada di sebuah kafe si mall; di meja terdapat 2 cangkir kopi dan sepiring cheese cake kesukaanku dan Tiramisu cake kesukaan Stuart. Sesekali kami memperhatikan seorang anak kecil yang tengah bermain di area bermain di samping kafe ditemani baby sitternya. Dia adalah Alistair; anak pertama Stuart.

“Makin nggemesin aja si Stuart Junior. Umur berapa sekarang?” Kataku kepada Stuart.

“Februari ntar 4 tahun.” Jawab Stuart.

“Pasti klo udah gedhe ntar seganteng bapaknya.” Kataku sambil tersenyum lebar menggoda Stuart.

“Tapi gak seganteng kamu Allison.” Gantian Stuart yang menggodaku.

Aku hanya tersenyum malu tak bisa menjawab godaan Stuart.

“Uhmm… Maddy kemana? Koq gak ikutan?” Kataku mengalihkan perhatian.

Maddy adalah isteri Stuart; ibu dari Alistair.

“Girls day out katanya; spa bareng temen-temannya” Kata Stuart sambil ketawa.

“Lagian dia tahu kalau hari ini hari spesial buat kita berdua.” Katanya menambahkan.

Aku terdiam; dengan muka merah padam aku kembali memperhatikan Alistair yang sedang bermain.

Stuart tahu kalau aku mudah malu ketika dia goda. Dan dia juga tahu bagaimana mengalihkan perhatianku dari rasa maluku tersebut.

“Tadi habis beli buku yah? Boleh aku lihat?” Katanya sambil menunjuk tas plastik berisi buku diatas meja.”

“Boleh…” kataku.

Diapun mengambil buku-buku yang ada di dalam plastik. Paulo Coelho; Yoshichi Shimada dan Pangeran Kecil nya Exupery.

Dia menunjukkan buku Pangeran Kecil kepadaku dengan muka lucunya.

“Iya; itu buat hadiah.” Kataku sambil tersenyum.

Stuart tahu aku sudah punya buku tersebut; dan Stuart juga tahu kegemaranku memberikan buku tersebut sebagai hadiah kepada orang-orang tertentu.

Kembali dia menjukkan sebuah ekspresi “Buat siapa?”

“Itu hadiah buat kamu.”

Stuart memandangku dengan dahi berkernyit sebuah ekspresi bertanya muncul disana.

“Aku memberikan buku tersebut sebagai hadiah untukmu sebagai tanda terima kasihku karena kau telah menggambarkan biri-biri untukku. Ucapan terima kasih karena kau telah menemaniku mencari dan menikmati keindahan sumur di tengah gurun. And more than everything sebagai ucapan terima kasih karena kau telah “menjinakkanku” selama enam tahun ini.”

Sejenak aku terdiam dan kemudian melanjutkan

“Happy anniversary Stu.”

Note:
Repost from my tumblr

[Continue reading...]

Kamis, 06 Desember 2012

Rinduku Telah Pergi

- 0 comments

Bersama dengan rasa rindu ku kepadamu
Orang yang pernah ada di hatiku
Orang yang telah memberikan inspirasi
Untuk memberi nama Rindu
Pada kucingku

[Continue reading...]

Selasa, 04 Desember 2012

Being A Father

- 1 comments

Di suatu sore yang cerah, seorang teman mendadak menyapa di WA.

"Fin, gue udah jadi ayah." *dengan emot senyum lebar*

Weh... Kapan nikahnya? Kapan isterinya hamil? Seingatku dia gak pernah cerita soal nikah dan isterinya.

"Selamat ya... Kapan lahirannya."

"Semalam jam 9."

"Oh ya? Cewek apa cowok?"

Masih berusaha untuk mencerna klo dia udah kawin dan punya anak. Untuk ngobrolnya lewat WA klo langsung pasti keliatan banget begonya.

"Blom tau... Kembar tiga nih..."

HAH??? CIYUS? Mie Goreng Jawa Pojokan Kampus? MIAPAH DIA PUNYA ANAK KEMBAR 3???? *oke gue lebay*

"Serius? Wah... Seneng dong yah?"

"Etapi pasti susah juga yah punya anak kembar 3."

"Hehehe... Eh iya, mau liat foto anakku?"

"Uhmm... Boleh... Boleh..."

Picture sent, loading sejenak, view...

"Itu anak kucing, dodols!!!!!"

"Ye... Emang gue tadi ngomong anak orang? Enggak kan?"

#NGGOK

P.S.

Ini nih anaknya si temen, selamat ye...

[Continue reading...]

Menunggu (Part II)

- 0 comments
"Stuart, sekarang baru aku merasa kehilangan dirimu. Setiap hari ingin mendengar suaramu, ingin bertemu denganmu. Aku membutuhkan dirimu."

Kulihat wajah Allison yang tampak sayu. Seminggu berlalu sejak percakapan terakhir kami dan belum pernah sekalipun kami ngobrol lagi lagi, sampai saat ini.

"Kalau kamu pengen ngobrol kenapa kau tidak telepon aku? Seminggu ini aku memang disibukkan dengan kerjaan yang menunpuk. Tapi bukan berarti aku tidak punya waktu untuk ngobrol ataupun bertemu dengan seorang teman." Kataku sambil tersenyum menatap Al.

"Apakah kau membenci aku?" Kau bertanya dengan murung.

"Kenapa kau berpikiran seperti itu? Tentu saja aku tidak membencimu. Kenapa aku harus membencimu?"

"Karena kau sudah tidak pernah menghubungi aku lagi..."

Hufth... Ku hembuskan napas perlahan sebelum berkata.

"Aku tidak membencimu. Tapi aku akui kalau aku menjaga jarak denganmu. Mengurangi frekuensi memulai interaksi denganmu. Itu aku lakukan untuk menata hati dan perasaanku."

Setelah terdiam sejenak aku menambahkan.

"Tapi bukan berarti aku memutus tali silaturahmi diantara kita. Kalau kamu SMS akan aku balas, kalau kamu telepon pasti aku angkat. Dan kalau kamu ngajak ketemuan pas waktu longgar aku dengan senang hati bertemu lagi denganmu. It's always fun to have a conversation with you."

Terdian sejenak, kemudian dengan suara lirih Allison berkata

"Aku pikir... Aku telah jatuh cinta kepadamu..."
[Continue reading...]
 
Copyright © . Cerita Fin - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger