Kamis, 18 Oktober 2012

Stuart dan Allison (II)

Our lives are entwined with each other and with everything in nature. Yet, although we are part of the cycle of life, we should remember that the earth can begin again - without us. Therefore…(Roma Ryan)

Allison benar (DAMN How I hate when he's right). Entah berapa lama, aku merasakan sebuah kehilangan, apa yang Allison sebut sebagai masa berkabung. Aku hidup, tapi aku tidak merasakan kehidupan. Bangun tidur, menjalani aktifitas sehari-hari, bekerja, semua aku lakukan dengan tanpa kesadaran penuh. Seakan-akan robot atau mesin yang bekerja secara otomatis. Sering kali aku tidak bisa tidur di malam hari dan kemudian menangis dalam diam.

"Stuart, kamu kenapa nak?" Tanya mama suatu pagi saat kami sarapan bersama.

"Tidak apa-apa ma, cuman kurang enak badan saja. Cuacanya kan lagi nggak enak begini" Jawabku sambil mencoba untuk tersenyum.

Ah mama... Aku tak mau berbohong kepada mama, tapi aku juga tidak mau menambah beban pikiran mama.

Mencoba untuk memfokuskan diri pada pekerjaan, ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Sering kali aku kena teguran oleh atasan. Belum lagi banyak pekerjaan yang terbengkalai.

Namun Tuhan selalu bermurah hati, ada teman satu devisiku yang selalu siap membantuku. Sering mengingatkan aku akan deadline, bahkan diam-diam membantu menyelesaikan tugas-tugasku. 

Namanya Ryan, awalnya aku tidak pernah terlalu menaruh perhatian padanya. Bagiku dia hanya seorang rekan kerja diantara sekian banyak rekan kerjaku yang lainnya. Namun akhir-akhir ini kami jadi sering ngobrol. Dia sering menyapaku, sekedar basa-basi ataupun membicarakan masalah kerjaan.
Dan suatu hari. 

"Stuart ntar makan siang dimana?" Kaget mendengar pertanyaannya yang mendadak tersebut.

"Mmm.... Nggak tau yah, blom kepikiran."

"Makan bareng yuk? Aku nemu tempat makan baru, katanya sih enak makanannya."

"Boleh..."

Well... Kenapa tidak? Jenuh juga kalau makan di kantin kantor. Kami berdua menuju tempat makan yang dimaksud Ryan. Tempatnya nyaman, ditata dengan gaya pedesaan yang asri. Sambil menunggu makanan yang kami pesan, kamipun ngobrol.

"Kamu jadi tambah pendiam akhir-akhir ini?" Tanya Ryan kepadaku.

"Hehehe... Iya nih, lagi banyak pikiran." Jawabku sambil tersenyum.

"Habis putus sama pacar ya....?" tanyanya dengan mimik menggoda.

"Ih mau tau aja..."

Awalnya pengen marah karena ngerasa dia terlalu kepo, tapi mau tak mau jadi tersenyum ngeliat tampangnya. 

"Nah gitu dong tersenyum, akhir2 ini aku liat kamu cemberut terus. Kinda miss your smile." Katanya sambil tersenyum jahil.

Tiba-tiba aku memperhatikan Ryan lebih detail, penampilannya yang walaupun rapi tetap saja keliatan cuek, wajahnya yang selalu dihiasi dengan senyuman. Dan aku teringat apa yang dikatakan Allison. Tuhan... Diakah orangnya?

Salju itu perlahan meleleh, musim semi telah tiba.

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright © . Cerita Fin - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger