Rabu, 27 Februari 2013

Rejected by God

"Fin pernah krisis kepercayaan spiritual nggak?"

Tanya Stuart di suatu sore. Ketika saya tengah mencoba memahami pertanyaan tersebut. Stuart melanjutkan pertanyaannya.

"Soalnya dua temenku yang umurnya 27-30 gitu."

Terdiam sejenak

"Ngerasa ditolak agamanya sendiri."

Sebuah pertanyaan dan pernyataan sederhana, namun tidak mudah untuk menjawabnya.

"Bisa dijelaskan Stu? Aku masih belum bisa nangkap pertanyaan kamu." Kataku akhirnya.

"Karens Islam menolak homoseksual mereka jadi kayak luntur imannya. Malah ada yang ngerasa atheis." Jawab Stuart.

Sepanjang yang saya tahu agama apapun mempercayai bahwa Tuhan tidak pernah salah, termasuk juga dalam menciptakan mahkluk hidup. Dalam Islam disebutkan bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan paling sempurna, bahkan kedudukannya lebib tinggi dibanding mahkluk lainnya.

Namun demikian tidak ada manusia yang sempurna, setiap manusia pasti memiliki kelemahan dan kekurangannya masing-masing. Dan orientasi seksual salah satu diantaranya.

Dalam psikologi dikenal adanya istilah Penerimaan Diri. Menurut Hurlock penerimaan diri adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya.

Homoseksualitas memang merupakan takdir, ketetapan dari Sang Pemilik Kehidupan bahkan sejak sebelum kita lahir, tapi bagaimana kita menjalani kehidupan kita sebagai seorang gay adalah sebuah pilihan.

Kita dengan segala kekurangan dan apa yang ada pada diri kita merupakan bagian (kecil) dari rencana besar Tuhan. Tuhan menciptakan manusia dengan segala kekurangannya bukan tanpa arti. Jalani hidup dengan sebaik-baiknya, cari tahu dan temukan peran kita dalam rencana besar Tuhan dalam hidup ini.

Jika kita bisa menerima diri kita apa adanya, saya yakin kita akan bisa mendapatkan kedamaian dalam hidup kita. Kita tidak akan merasa Tuhan tidak adil atau menyalahkan Tuhan atas homoseksualitas kita. Dan tidak akan merasa ditolak oleh agama sendiri.

2 comments:

  1. Mungkin aku salah satunya, Fin. Aku ga suka ada di posisi dilema. Kalo lagi ibadah merasa dikejar rasa bersalah dan dosa, merasa diri ini kotor dsb. Aku sudah lama tidak melakukan ritual ibadah apapun, tapi aku feel free. Benar kata pepatah: karena ada peraturan, makanya ada pelanggaran.
    Aku memutuskan tidak mau menjalani 2 sisi kehidupan ini secara bersamaan. entah sampai kapan :)
    Agnostic mungkin pilihan yang tepat buat aku untuk sementara ini.

    BalasHapus
  2. @Farrel Fortunatus
    Merasa diri kotor, berdosa dan bersalah saya rasa manusiawi mas. Bahkan kalau saya bilang kita memang harus merasa seperti itu, untuk mengingatkan diri sendiri akan ketidaksempurnaan kita.

    Beragama merupakan hak asasi setiap manusia, dan seperti yg mas Farrel bilang, mungkin dengan menjadi seorang Agnostic adalah pilihat tepat untuk mas Farrel saat ini

    BalasHapus

 
Copyright © . Cerita Fin - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger