Kamis, 28 Februari 2013

Rejected by God II

Once upon a time (lebay sik, tapi pengalaman ini emang sudah lama berlalu), pas saya libur kerja dan lagi bosennya di rumah, saya main ke rumah seorang teman chat saya di kota sebelah. Tujuannya untuk masak bareng. Well... Cooking is one of stress reliever for me.

Pertama kalinya kita ketemuan secara langsung, dan kita juga ngobrol banyak. Kalau menurut saya dia tipe orang yang sulit untuk dibaca dan dipahami, entah kenapa saya tidak tahu. Dia seorang duda cerai dengan dua orang anak, saya bahkan sempat diajak untuk menjemput anaknya setelah selesai belanja, sebelum pergi ke rumahnya.

Berhubung hari Jumat dan sudah jam 11 lebih saya minta diantar ke masjid. Dia mengantar saya ke masjid dekat rumahnya dan berkata

"Saya tidak sholat."

Ok... Tanpa bertanya saya menuju masjid dan melaksanakan ibadah,  sementara dia pergi bersama anaknya. Selesai sholat, saya jalan kaki ke rumahnya (yang cuman berjarak beberapa puluh meter), saya lihat dia sudah ada di rumahnya bersama anak dan seorang wanita paruh baya yang rupanya adalah ibunya.

Setelah basa basi sejenak, acara masak bersama pun dimulai. Masak bersama disini berarti saya yang masak sementara si temen dan ibunya ngeliatin sambil ngobrol bareng (doooh...)

Si ibu ini typikal orang Jawa (Yogja) yang kalem penyabar, dll. Beliau banyak bercerita tentang masa lalu dan keluarganya. Selesai masak dan makan bareng si ibu istirahat bersama cucunya di kamar sementara saya dan si temen ini ngobrol di depan.

Si temen ini bercerita bahwa dia (dulunya) seorang muslim bahkan dia bilang pernah pergi ke tanah suci (dia tidak bilang naik haji atau umroh, dia hanya bilang pergi ke tanah suci), namun sejak beberapa tahun lalu dia berganti kepercayaan (saya lupa Agnostic atau malah Atheis). Namun dia tidak memberi tahu ibunya, jadi setiap hari Jum'at dan Idul Fitri serta Idul Adha dia pergi ke luar rumah seakan-akan beribadah.

Dia bilang alasan dia tidak lagi memeluk agama yang lama karena dia sudah tidak lagi mempercayai dan meyakininya. Dia juga tidak menyatakan kenapa tidak pindah ke agama lain (Kristen, Katolik, Hindu ataupun Buddha)

Apakah dia bahagia dengan hidupnya? Saya tidak tahu dan saya tidak menanyakan hal itu. Yang saya lihat dalam kesehariannya dia cukup mapan (secara finansial dan sosial) dia juga sayang dan akrab dengan anak-anaknya (jadi iri kalau saya dulu saya dan ayah saya seperti itu).

Dia juga bercerita kalau punya pacar cowok, sudah berjalan beberapa bulan, and according to him they love each other.

Dia mengikuti sebuah perkumpulan dari Cina, dia bilang itu bukan agama atau kepercayaan, tapi kalau melihat cara dia menceritakan tentang perkumpulan tersebut, kesan yang saya tangkap seseorang yang tengah bercerita tentang agama/kepercayaannya.

Saya pulang sore harinya, sempat diminta untuk menginap oleh si temen ini ataupun ibunya, tapi karena Sabtunya saya masuk kerja maka saya tolak tawaran tersebut. Oh iya... There's no physical or sexual interaction between us.

Setelah itu kami masih sering berkomunikasi lewat YM, namun sejak ssya off dari YM jadi lost contact. He knows my number, my email and my twitter, but still no communication.

Ssya jadi teringat dengan si mas ini gegara tulisan kemarin. As I said before I don't know apakah dia bahagia dengan kehidupan dia (dengan kucing-kucingan terhadap ibunya) dengan segala yang dia percaya, prinsip-prinsip dia. Saya rasa setiap orang memiliki ukuran sendiri akan sebuah kebahagiaan, yang mana mungkin orang lain menganggapnya aneh.

2 comments:

  1. Menurut aku agama itu lebih ke hal memberikan ketenangan bathin, sedangkan kebahagiaan bisa didapatkan dari sumber-sumber yang lain. jadi apakah dia bahagia? bisa . masalahnya mungkin hanya ada rasa bersalah/berdosa saja terhadap ibunya, karena menyembunyikan sesuatu darinya.
    Ah, kayanya hampir semua gay begitu, memerankan dua sisi dalam hidupnya. Berkata jujur juga belum tentu bisa mendatangkan kebahagiaan (terutama buat yang mendengarnya).

    BalasHapus
  2. @Farrel Fortunatus
    Mas Farrel bener ketenangan bathin dan kebahagiaan itu dua hal yang berbeda, namun terkadang orang mencampuradukkan keduanya.

    Saya rasa tidak hanya gay yg memerankan dua sisi berbeda dalam hidupnya, banyak saya lihat teman2 saya yang heteroseksual seperti itu juga.

    BalasHapus

 
Copyright © . Cerita Fin - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger