Selasa, 05 Februari 2013

Cerita IV Part 3

Hampir 30 menit kami menunggu pesanan kami untuk diantar. Sambil menunggu, seperti biasa mas Al menanyakan kabar dan kerjaan gue. Ketika kami tengah asyik ngobrol pesanan kami diantar.

Satu gurame bakar ukuran besar, satu cobek sambal, lalapan, satu porsi sayur asem kesukaan mas Al, dan seporsi bakwan jagung pesenan gue. Seperti biasa, nasi merah untuk mas Al dan nasi putih untuk gue.

Pernah suatu saat gue mencoba pesan nasi merah, dan gue sama sekali tidak bisa menikmatinya. Mas Al cuman ketawa ngeliat muka aneh gue yang tengah mencoba mengunyah nasi merah.

"Dek Stu ndak usah memaksakan diri, kalau dek Stu ndak suka ndak usah makan." Kata mas Al waktu itu. Dan gue langsung pesan nasi putih pengganti nasi merah :P

"Mas Al mau bakwan jagung?" Kata gue sambil nyengir ngegoda.

"Buat dek Stu aja. Mas ndak tega ngerecokin." Balas mas Al.

Gue (pura-pura) manyun di goda mas Al.

Ketika kami tengah asyik makan, tiba-tiba ada telepon masuk. Cukup lama mas Al ngobrol lewat telepon.

"Dari mamanya anak-anak." Kata mas Al setelah menutup telepon.

~~~

5 bulan yang lalu

"Mas Al lu itu bukan Pak Allison manager produksi di PT X itu yah?" Tanya Ryan sewaktu gue main ke kost dia.

"Yups..." Jawab gue sambil menggeledah kulkas Ryan.

"Seriously?" Nada suara Ryan meninggi dengan mimik wajah tak percaya

Gue cuman nyengir ngeliat dia.

"GUE NGIRI!!!!!" Kata Ryan.

"Sekalinya lu punya pacar dapat orang tajir." Kata Ryan menambahkan dengan muka ditekuk khas dia klo lagi nggambek.

Dan sekali lagi gue cuman nyengir.

"Wait a sec...  Bukannya dia udah married yak?" Tanya Ryan

"Iya..." gue jawab perlahan.

"Dan dia udah punya anak kan?" Tanya Ryan lagi

"Uhmm... hu uh..." jawab gue

"But... But... But..." kata Ryan tergagap

"OMG!!! Elu jadi isteri simpenan dia?" Kata Ryan lagi

"Gak gitu juga kali, lebay deh ih..." kata gue

"Whatever lah, isteri simpanan, kekasih gelap atau apa lah istilahnya." Kata Ryan menambahkan.

Untuk sesaat kami terdiam.

"Kekurangan" dari mas Al bahwa dia sudah menikah dan dia sudah punya anak, sejak awal dia terbuka mengenai hal ini. Dari awal pula gue berjanji pada diri gue sendiri apapun bentuk hubungan gue dengan mas Al gue tidak akan mengambil keuntungan dari hubungan kami.

Secara materi iya, mas Al orang tajir, selain sebagai manajer pemasaran di PT X dia juga punya usaha yang cukup maju, jelas dia lebih dari tercukupi, sementara gue pegawai baru dengan gaji yang pas-pasan, tapi gaji gue cukup buat hidup gue dan gak pernah minta ke mas Al. We're two grown up that share our love, passion to one another nothing more than that.

"Oh Stu..." Kata Ryan lagi

"Well... Kalau gue ya Stu, gue gak akan berhubungan dengan pria beristri, tapi itu gue lho ya..." Kata Ryan

Gue cuman ngelirik sambil berdehem kecil.

"Iye.... Iye... Gue pernah punya affair sama cowok married." Kata Ryan seakan bisa membaca dehemen gue tadi.

"Uhuk..." gantian gue pura-pura batuk.

"IYE... Beberapa kali" Kata Ryan gondok

"Tapi itu kan cuman affair, just for fun gak berlanjut ke sebuah hubungan serius." Kata Ryan membela diri.

Gue gak menjawab. We both know what happen and no need to argue for such thing.

"Oh Stu..." Kata Ryan lagi sambil menghela napas panjang. Kemudian dia meraih tangan gue.

"Gue sahabat lu, gue berharap lu bahagia." Kata Ryan dengan tulus sambil meremas tangan gue.

Bahagia kah gue? Gue gak nggerti, tapi yang jelas gue menjalani semuanya tanpa tekanan.

~~~~

"Gimana kabarnya mbak Merry mas?" Tanyaku kepada mas Al. Mbak Merry adalah nama isteri dari mas Al.

"Baik... Dia lagi belanja, tadi dia nanya mas perlu apa saja." Jawab mas Al.

Aku cuman ber "Oh..." sambil mengangguk-anggukkan kepala.

Mas Al dan mbak Merry sudah menikah selama 20 tahun, anak-anaknya pun sudah mulai remaja. Mas Al seorang ayah yang sayang sama anak-anaknya, sering kali ketika gue chat sama mas Al dia tengah menemani anak-anaknya belajar. Terkadang timbul rasa iri namun terkadang gue justru bersyukur menjadi "bagian" dari keluarga mas Al.

Kami melanjutkan makan kami yang tertunda. Ketika tengah makan, tiba-tiba terlintas pikiran nakal di kepala gue.

"Mas... Kapan-kapan saya main ke rumah mas boleh nggak?" Kata gue sambil tersenyum menggoda.

Selama ini gue memang belum pernah main ke rumah mas Al (yakali gila kali gue sampai berani main ke rumah dia?)

"Boleh... Kenapa tidak?" Jawab mas Al dengan tenang.

"Kalau saya ke tempat mas Al, ntar saya dikenalkan sebagai apa?" Kata gue lagi.

"Dek Stu maunya apa?" Jawab mas Al tetap tenang.

"Apa ya???"

Jyah... gue yang mulai, sekarang gue yang bingung sendiri. Gue ambil sepotong bakwan jagung dan gue kunyah perlahan-lahan.

"Suatu saat mamanya anak-anak juga akan tahu, bukankah lebih baik kalau mas yang memberi tahu dia daripada dia mendengar dari orang lain?" Kata mas Al menjawab diam gue.

"Kalau... Anak-anak mas...?" Tanya gue perlahan.

"Anak-anak sudah gedhe... Sedari dulu mas mengajarkan keterbukaan ke mereka dan sejak dulu pula mas memperlakukan mereka sebagai teman bicara, bukan sebagai anak kecil." Kata mas Al lagi.

Gue terdiam, berbagai macam pikiran dan perasaan campur aduk di pikiran gue. Gue gak bisa ngomong, gue gak ngerti apa yang gue rasakan saat ini.

Gue kunyah bakwan jagung kesukaan gue perlahan-lahan. Gue gak berani melihat mas Al yang tengah memperhatikan gue.

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright © . Cerita Fin - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger