Sabtu, 15 September 2012

Cerita Ketiga Bagian III (Winter)


Note: Play the video while you read this story :)

"Fin, kamu kenapa nak? Beberapa hari ini kelihatan lesu?" Tanya emak suatu hari sepulang aku kerja.

"Tidak ada apa-apa mak, cuman kecapean aja."

"Yaudah.. Emak bikinin jamu kalau begitu."

Selama berapa hari setelah kejadian itu aku merasa kosong, nggak tahu pasti apa yang aku rasakan dan ada dalam pikiranku. Tapi satu hal yang aku tahu, aku masih hidup dan aku harus meneruskan hidupku Elensar sudah menjadi bagian dari masa lalu ku.

Aku alihkan perhatianku kepada pekerjaanku. Persiapan untuk pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil, pengumpulan berkas-berkas dan segala macamnya. Hanya butuh beberapa bulan untuk mengurus semuanya. Dan sekarang aku menjadi seorang pegawai negeri sipil.

Title sebagai seorang PNS rupanya memberikan beban baru kepadaku, orang-orang mulai sibuk bertanya "Masih muda namun sudah PNS.  Kapan menikah?" Dan tidak hanya berhenti bertanya saja, mereka pun mulai sibuk untuk menjodohkan aku, termasuk dari keluarga. Dari sekian banyak calon yang dijodohkan, akhirnya aku memilih calon dari tante, seorang gadis pendiam yang masih tetangga desa yang juga seorang PNS.


Hanya dalam waktu beberapa bulan kami berkenalan dan akhirnya menikah. Dan aku berkomitmen aku sudah menikah maka aku tidak akan macam-macam lagi, yang ada di pikiranku hanyalah keluargaku. Di tahun pertama menikah, isteriku mengandung dan melahirkan seorang anak perempuan yang aku beri nama "Cahaya Hati" dengan harapan menjadi cahaya bagi keluarga kami.

Tak lama setelah melahirkan, isteriku mulai berubah, dia yang dulunya orang rumahan. Tiba-tiba menjadi orang yang sibuk, sering meninggalkan kami pergi ke rumah orang tuanya, dengan alasan orang tua sakit, ada keperluan keluarga, dan sebagainya, dan sebagainya. 

Akulah yang akhirnya lebih banyak mengasuh anak kami, sehingga tidak heran kalau Cahaya lebih dekat dengan bapaknya daripada ibunya. Ketika Cahaya menginjak usia 5 tahun, isteriku hamil lagi, namun sayang dia mengalami keguguran. Dan hal itu semakin membuat dia lebih sering berada di rumah orang tuanya.

Beberapa kali tersiar kabar kalau ada orang yang pernah melihat isteriku tengah makan siang bersama seorang laki-laki yang merupakan mantannya. Yng lain mengatakan pernah melihat mereka berdua di pasar, dan masih banyak kabar-kabar lainnya. Namun aku percaya dengan isteriku, kami memegang komitmen bersama untuk berumah tangga dan aku anggap hal ini sebagai cobaan bagi pernikahan kami. 

Rupanya sikap diamku tersebut dianggap isteriku sebagai sebuah pembenaran atas ketidakpatuhan dia terhadap suaminya, sering kali dalam satu minggu dia hanya satu hari di rumah kami, sisanya dihabiskan di rumah orang tuanya. Berkali-kali aku menegur, dengan cara yang halus sebagaimana selayaknya seorang suami seharusnya mengingatkan isterinya, namun sering kali yang terjadi hal tersebut berubah menjadi sebuah pertengkaran.

Hal tersebut berlangsung terus menerus sampai pernikahan kami mencapai usia 11 tahun. Pertengkaran kami mencapai puncaknya ketika tersiar kabar seseorang pernah memergoki isteriku keluar dari hotel bersama mantan pacarnya dan itu bukan hanya satu kali dan bukan hanya satu orang saja yang melihatnya.

Tak ada lagi yang bisa dipertahankan dari pernikahan kami. Proses panjang dan belibet yang melibatkan kedua keluarga besar kami, akhirnya mengantarkan kami ke persidangan agama, dan kami akhirnya bercerai.

Aku tidak memikirkan harta gono gini yang kami punya, yang kukuh aku perjuangkan adalah hak asuh atas anakku. Dan tanpa ada protes sedikitpun (mantan) isteriku pun menyetujui hak asuh atas anak kami, sedangkan Cahaya memang tidak mau diasuh oleh isteriku.Tak butuh waktu lama, 3 bulan kemudian kami sudah resmi bercerai.

Dan seperti yang sudah diduga oleh  banyak orang, setelah selesai masa idahnya, mantan isteriku menikah dengan (mantan) pacarnya dulu.

Aku dan Cahaya anakku, memulai kembali hidup kami dari nol. Kami pindah dari rumah kami yang aku beli dengan susah payah dan mengontrak rumah baru. Hanya kami berdua, dan rasanya kami berdua justru merasa nyaman dengan keadaan tersebut dan kami berdua semakin dekat satu sama lain

Most people I think take it as the end of something, the end of story -And Winter Came- I see it really is the beginning of the story
(Roma Ryan comment on And Winter Came...)

1 comments:

 
Copyright © . Cerita Fin - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger