Minggu, 27 Mei 2012

Jago Nawar

gambar: indonetwork
"Abang, nanti kita mampir dulu ke Balapan ya? Adek mau beli tas."

"Emang ada orang jualan tas disitu?"

"Ada abang... Di dekat lampu merah itu kan ada beberapa kios yang jualan tas."

Obrolan antara saya dan si adek Sabtu kemarin pas kita mau pergi bersama. Si adek memang sudah lama berencana buat beli tas karena tasnya yang lama sudah usang. Tapi baru kesampaian kemarin.

'Kenapa belinya tidak di toko atau mall aja?"

"Eh abang... Kalau beli di toko atau di mall itu kan mahal. Lagian kalau disitu kita bisa menawar."
"Yaudah klo gitu, kita kesana dulu."


Kami pun berboncengan naik motor kesana. Berhenti di salah satu kios dan mulai memilih-milih. Si ibu pemilik kios pun menghampiri. Pengalaman kemarin-kemarin, si adek lumayan picky dalam memilih barang yang hendak dia beli, sambil menunggu si adek memilih barang, saya bertanya kepada ibu pemilik kios.

"Niki pinten bu?" Sambil menunjuk tas yang sedang dipegang si adek. Sengaja saya pakai bahasa Jawa agar penjualnya tidak memberikan harga kemahalan karena berpikir kami orang jauh. Pertanyaan saya tersebut dijawab si ibu

"Delapan puluh lima" dengan bahasa Indonesia berlogat sama kayak si adek. Lah? Piye iki? Jebule si ibu dudu wong Jowo? Xixixi.... Yaudah lah ya, akhirnya saya pakai bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan si ibu.

Setelah memilih agak lama, si adek akhirnya menemukan tas yang sesuai dengan keinginan dia.

"Abang, adek suka sama yang ini."

"Yaudah, coba abang tanya dulu saya si ibu."

"Klo yang ini berapa bu?" Ngomong sama si ibu sambil menunjuk tas yang tengah diperiksa si adek.

"Yang itu delapan puluh."

"Bisa kurang kan bu?"

"Bisa, mau ditawar berapa?"

"Enam puluh boleh?"

Tanpa berpikir lama, si ibu menjawab

"Yaudah boleh lah, buat langganan."

Saya kemudian ngomong ke si adek.

"Adek ini harganya 80, ditawar jadi 60, adek mau enggak?"

"Jangan 60 lah, kemahalan... 50 kalau bisa..."

Laaah... Udah ditawar koq minta turun lagi? #kusut

"Yaudah, coba adek ngomong sendiri sama si ibunya."

"Ibu... 50 ya?"

"Belum bisa... Naikkan 5 ribu lah..."

"Uangnya nggak cukup ibu, 50 ibu, kalau boleh, kalau nggak boleh ya sudah."

Si ibu mikir agak lama sambil ngeliatin si adek. Nggak tau karena si adek masang tampang memelas atau gimana, si ibu akhirnya menjawab.

"Yaudah deh 50 boleh."

Beuh... Gampang sekali? Gak pake belibet dan gak pake lama transaksipun terjadi. Saya cuman melongo ngeliatnya. Habis dari situ kami pun jalan-jalan, sayangnya gak bisa lama, karena si adek sudah ditunggu saudaranya.

Malam harinya, di telepon.

"Abang, tadi sebenarnya adek kasihan lho sama si ibu."

"Lha? Kasihan kenapa?"

"Iya kasihan, apa adek nawarnya kemurahan ya? Tasnya kan bagus abang. Bahannya gak mudah sobek, jahitannya juga kuat."

"Ya anggap saja itu rejeki adek, lagian si ibu nggak mungkin akan ngelepas dengan harga segitu kalau dia nggak dapat untung. Walaupun mungkin untungnya mepet."

"Iya ya..."

Hadeeeh... Dasar si adek. Pengen deh gelitikan dia.

2 comments:

  1. Besok2 pinjem adek loe temenin gw belanja yah, dia kebagian jatah nawar!

    Main ke gubuk gw dong, baca dr part 1 tapi ye

    *maksa

    BalasHapus
  2. @fin: sebenernya sih makan di bringharjo mah untung2an kl soal rasa, honestly makanan yg gw makan dilesehan depan bringharjo itu jauh dr kata enak yah fin, tapi karena makannya sama onyet, dah gak peduli rasa, dan moment saat itu yg gak bisa terbayarkan dengan cuma rasa enak makannya, jadi gw nda sarankan loe makan disitu. Kl mau makan yg lumyan, dilesehan depan Malioboro sekitar depan circle K,

    BalasHapus

 
Copyright © . Cerita Fin - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger