Kamis, 28 Juni 2012

Menangis Semalam

"Abang, semalam adek menangis.."

"Eih... Kenapa adek menangis?"

"Iyalah... Kita kan akan berpisah abang..."

Hari Minggu saya mengantar si adek ke terminal bus, awal dari rangkaian panjang perjalanan pulang ke kampung halaman si adek di pulau seberang.

"Adek jangan bersedih, nanti kan kita bisa bertemu lagi, urusan adek dengan sekolah kan belum selesai? Ntar klo abang ada rejeki abang yang main ke sana."

Kepulangan si adek memang mendadak, rencana awal adek akan pulang setelah wisuda dan berkas-berkasnya selesai (termasuk serah terima ijasah). Namun apa daya, Jum'at sore keluarga adek menelpon meminta adek untuk segera pulang karena keperluan keluarga, padahal jadwal keberangkatan kapal adalah hari Senin.

Hari Sabtu saya bantu si adek, mencari oleh2 untuk orang rumah, mengambil tiket bus dan kapal, membelikan kain batik untuk mamanya dan sempat juga makan siang dan makan malam bareng. Ah... makin sendu aja wajah si adek, seberapapun saya mencoba membuat dia ketawa, si adek cuman senyum kecil.

Minggu siang saya antar si adek ke terminal bus, sempat khawatir karena adek berangkat sendirian dengan bawaan yang banyak pula (ada kali 6 kardus yang cukup besar ditambah 2 tas yang cukup besar pula), untung ada temannya yang bantuin untuk angkat-angkat kardus. Cukup lama kami menunggu, dari jadwal pukul 2 siang molor jadi pukul 3 lebih.

"Adek hati-hati. Jaga diri adek baek2. Kabar-kabar abang ya?"

"Iya abang, abang juga jaga diri abang baek-baek ya?"

Sebelum adek naik ke bus, kami bersalaman, dan si adek mencium tangan saya. Satu kebiasaan yang selalu dilakukan si adek setiap kali kami berpisah, yang masih saja selalu membikin saya merasa awkward. Saya tahu itu tanda si adek menyayangi dan menghormati saya. Tapi, ah....

Belum lama bus keluar dari terminal, baru saja saya sampai di parkiran, si adek menelpon.

"Iya sayang?"

"Abang... Adek kangen abang..."

Suara si adek terdengar lebih sendu dari biasanya.

"Abang juga kangen adek sayang. Adek baik-baik saja kan?"

"Baik abang."

"Yaudah bang pulang dulu ya? Klo udah nyampe rumah ntar abang telpon, jaga diri adek baik-baik ya sayang? Love you."

"Love you juga abang."

Sewaktu saya berbicara dengan si adek, saya berusaha untuk tegar, tidak memperlihatkan dan memperdengarkan kesedihan saya, agar si adek tidak bertambah sedih. Tapi apa daya, tanpa terasa air mata menetes juga dalam perjalanan pulang.

Kepikiran gimana si adek di jalan, will he be ok? Apalagi si adek bilang klo sisa uang yang ada di dompet dia mepet. Kepikiran ini, kepikiran itu, ah... 

2 comments:

  1. perpisahan memang selalu menyisakan rasa kehilangan... cuma bisa mendoakan dan berharap; semoga kalian cepat bersatu kembali oleh takdir :)

    BalasHapus
  2. Amiin... Terima kasih untuk doanya mas Farrel :)

    BalasHapus

 
Copyright © . Cerita Fin - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger